Yohanes Andrian

http://www.bux4ad.com/aft/b566feb3.html

Sabtu, 16 April 2011

Kisah perjalanan hidup seorang tamatan sekolah dasar yang menjadi Sound Engineer

Saya akan menceritakan sebuah kisah nyata saya, yang hanya tamatan sekolah dasar tapi bisa menjadi seorang sound engineer.
Saat saya berumur 8 bulan saya pernah mengalami cedera yang lumayan serius. Saya jatuh dari gendongan seorang baby sister. Dan saya mengalami gegar otak stadium pertama. Kejadian itu menyebabkan daya ingat dan daya pikir saya menjadi sangat lemah. Sampai saya jadi langganan opname di rumah sakit baik di Jogja, Semarang, Surabaya dan sampai ke Singapore. Tetapi tidak pernah ada hasilnya. Sampai saya sering pindah sekolah. Yang asalnya saya sekolah di kota Solo, saya dipindahkan oleh orang tua saya ke Ambarawa, dengan tujuan supaya saya bisa mendapatkan bimbingan secara khusus. Waktu itu saya masih kelas 2 SD, dan ternyata saya malah gagal alias tidak naik kelas. Lalu saya dipindahkan ke kota Semarang di sekolah SLB, karna mencari tingkan pendidikan yang agak ringan. Ahirnya saya berhasil dan saya kembali lagi ke kota Solo untuk meneruskan sekolah ke kelas 3 SD sampai kelas 5 SD. Lalu saya dipindahkan lagi oleh orang tua saya ke kota Malang di asrama katholik Bakti Luhur untuk meneruska kelas 6 SD dan akhirnya saya lulus SD. Lalu saya kembali ke kota Solo untuk melanjutkan sekolah ke SMP Kanisius. Tetapi itu Cuma satu semester lalu saya berhenti sekolah, dan sejak saat itu saya tidak pernah lagi mengikuti pendidikan formal lagi sampai sekarang. Sejak saat itu saya hanya punya teman orang-orang tua dan setiap hari selalu diberi nasehat, terus dan terus setiap hari. Sampai rasanya tanpa makanpun saya merasa sudah kenyang karena begitu banyaknya nasehat yang diberikan.

Semenjak saya berhenti sekolah, setiap hari saya harus membantu orang tua saya di toko spare part elektronik. Mulai dari situ saya mulai senang dengan dunia elektronik dan saya mulai belajar tentang elektronik. Dan saya jadi banyak mengenal komponen elektronik. Sampai akhirnya pada awal tahun 1989 bisnis orang tua saya bangkrut dan kami pindah ke kota Jogjakarta. Di kota Jogja inilah saya memulai untuk memperdalam bidang sound system.

Pada suatu hari, saya jalan-jalan di daerah jalan Brig. Jend. Katamso, dan saya melihat ada sebuah showroom peralatan sound system, namanya CV. Multindo Enginering. Saya masuk dan melihat-lihat peralatan yang di display. Lalu saya mulai berkenalan dengan pemilik toko. Saya waktu itu iseng tanya pada pemilik toko : pak saya sebetulnya senang dengan bidang sound system tapi saya masih belum mampu. Apa boleh saya belajar dari bapak ? Lalu dia memberikan respon yang membuat saya kaget. Dia langsung menjawab : o…. boleh nggak masalah, datang aja tiap sore nanti saya ajarin tentang teknik sound system. Sejak saat itu setiap sore saya datang untuk belajar sound system di toko itu. Saya benar-benar sangat senang, dari CV. Multindo Enginering saya bias belajar teknik perancangan system, komposisi alat, instalasi sampai setting sound. Ternyata saya tidak salah memilih guru sound system. Ternyata dia orang yang sangat ahli dibidang sound system. Dan dia termasuk dalam anggota asossiasi kontraktor sound system yang diakui dunia, yaitu NSCA ( National System Contractor Associated of America). Nama pemilik CV. Multindo Enginering adalah Bapak Leo Liemasa. Pak Leo adalah salah satu dari 5 orang di Indonesia yang keahliannya mencapai tinggkat grade B, dan di Indonesia sampai hari ini cuma ada 5 orang saja.

Sampai akhirnya saya menjadi tenaga ahli di CV. Multindo Enginering. Setiap ada demo sound system, proyek pemasangan sound system dan saat alat soundnya disewa saya selalu saya yang di minta untuk menjadi tenaga ahli. Pada tahun 1993 saya bekerja di Jakarta di club today country. Tepatnya di Lokasari plaza. Saya bekerja disana kurang lebih satu tahun lalu saya kembali lagi ke kota Jogja. Dan saya kembali lagi bergabung di CV. Multindo Enginering untuk menjadi tenaga ahli dan sekaligus memasarkan peralatan sound system. Saya sering sekali diberi tugas untuk memasang sound system di universitas UGM Jogja dan Atma jaya. Pernah juga saya menangani acara RI 2 ( wakil presiden ) di auditorium UGM, Juga saya pernah menangani acara konser jazz dari Perancis di lembaga bahasa Indonesia-Perancis sebanyak 3x. Pada tahun 1996 saya mencoba untuk merantau ke Jakarta lagi. Pada waktu itu saya bekerja di CV. Computer Music Player di Hayam Wuruk plaza. Suatu perusahaan dagang yang memasarkan suatu perangkat karaoke yang tidak memerlukan VCD / LD karaoke. Tujuannya untuk menghemat biaya pembelian VCD / LD karaoke. Dan saya ditugaskan  sebagai sales di tempat pameran. Pameran itu berlangsung kurang lebih 3 bulan. Lalu pada esok harinya saya jalan-jalan ke blok M mall. Disitu saya lihat dari sedang ada event dari rokok djarum. Saya lihat waktu itu acaranya cukup bagus, dan acara itu diadakan selama 1 minggu. Tapi ada yang disayangkan, suara sound systemnya minta ampun. Saya lihat waktu itu loudspeaker yang dipakai merk JBL SR series, dan power amplifiernya pakai crown Macro-tech 3600. Alatnya istimewa tapi suaranya sakit di telinga. Lalu saya berpikir, wah mendingan saya menawarkan diri untuk jadi soundmannya aja nich. Lumayan dapat duit lagi. Lalu saya mulai mencari orang yang bisa memberi keputusan. Akhirnya saya bisa ketemu juga yang akhirnya saya jadi tahu, ternyata dia orang Semarang. Singkat cerita saya setiap hari ada di acara tersebut. Pada malam ke 2 saya dikenalkan pada seorang artis yang pada waktu cukup terkenal, namanya Idham Noersaid. Dulu nama bandnya adalah The Kids, lalu setelah mereka dewasa mereka ganti nama menjadi The Big Kids.

The Big Kids terdiri dari 6 bersaudara : Idham Noersaid, Ilham Noersaid, Lidya Noersaid, Imaniar Noersaid, Inang Noersaid, dan yang terakhir Iwang Noersaid. Saat setelah saya berkenalan dengan mas Idham, esok harinya dia memperkenalkan saya pada keluarga besar Noersaid. Sejak hari itulah saya lalu menjadi tenaga ahli / soundman untuk keluarga besar Noersaid.  Di tahun 1996 Iwang Noersaid mempercayakan instalasi studio rekamannya pada saya. Dan saya masih menjadi soundman untuk live band untuk rental sound system milik Ramlan studio. Dari situlah saya mulai mengenal banyak artis penyanyi dan musisi kelas atas. Selama saya bekerja di Ramlan studio, saya dipercaya untuk menangani acara show untuk Harvey Malaiholo, Ruth Sahanaya, Brury Pesolima, Ahmad Albar, Emilia Contesa, Lidya Noersaid.

Pada awal 1997 saya kembali lagi ke kota Jogja dan saya bekerja di Gudang music club Jogja yang lokasinya pada saat itu di bestment apartement Sejahtera jalan Demangan baru, yang akhirnya pindah ke jalan Adi Sucipto dengan nama baru G-club. Di Gudang music menggunakan sound system berkekuatan 30.000 watt. Dengan loudspeaker merek JBL SR- series, speaker management JBL DSC-280, power merk Crown Macro-tech CE series, Crest Audio, dan JBL MPA & MPX series. Pada tahun 1997 – 1998 Gudang music terkenal memiliki sound system terbaik se Jawa Tengah. Akhir tahun 1998 – 2002 saya bekerja menjadi soundman di gereja Bethany di kota Solo. Tahun 2002 – 2004 saya kembali lagi ke kota Jogja untuk melanjutkan profesi saya sebagai seorang sound engineer sampai akhirnya saya pindah ke kota Semarang sampai tahun 2006.

Lalu tahun 2006 saya berkenalan dengan seseorang pengusaha dari kota Magelang dia menawarkan saya pekerjaan sebagai seorang sound engineer di sebuah perusahaan rental sound di pulau Bali. Singkat cerita saya terima tawaran itu dan berangkatlah saya ke pulau Bali tepatnya di jalan sunset road Kuta Bali. Saat saya melihat-lihat peralatan yang dia miliki saya terkagum-kagum, semua peralatannya merk kelas atas seperti Sellenium, Eighteen Sound, JBL, Power Crown, mixer Soundcraft K2, Midas Legend 3000. Saya senang sekali waktu itu. 3 hari kemudian saya mulai bekerja di perusahaan itu. Waktu itu pertengahan bulan November 2006. Dan sampai awal bulan Januari 2007 saya sudah berhasil menangani sebanyak 20 event. Waktu sebelum berangkat ke pulau Bali saya dijanjikan fee sebesar Rp. 500.000,- / event. Ternyata setelah saya menangani sebanyak 20 event, dari pihak owner ingkar janji dia tidak mau membayar senilai apa yang seharusnya saya terima, malahan saya hanya dibayar Rp. 500.000,- / bulan. Sama sekali dia tidak mau bertanggung jawab dengan janjinya, dan dia malah melarikan diri entah kemana. Dengan alasan saya masih dalam masa percobaan. Benar-benar tidak manusiawi, Rp. 500.000,- / bulan mana cukup untuk biaya hidup 1 bulan di Bali. Akhirnya saya saya berhenti bekerja dari perusahaan itu dan saya mulai mencari pekerjaan baru. Karena di Bali saya masih sangat baru saya masih belum punya relasi. Tapi Tuhan itu baik, tidak lama kemudian saya mendapat pekerjaan di suatu club kecil namanya La Vida Loca. 

Di sinilah saya mendapat pengalaman baru, suatu club kecil yang hanya mampu menampung 50 orang saja. Dengan peralatan sound system serba produk local. Padahal La Vida Loca adalah suatu usaha patungan dari 3 orang Yunani, 1 orang Singapore dan Kamasutra club Bali. Sampai suatu saat club La Vida Loca membeli satu set sound system tetapi tetap 50% barang local. Di La Vida Loca saya bertahan cukup lumayan lama sekitar 2.5 tahun. Dan akhirnya saya bekerja sama dengan teman saya untuk menjadi soundman freelance selama 1 tahun. Akhirnya pada bulan Juli tahun 2010 saya pindah lagi ke Surabaya dan saya bekerja di kontraktor sound system yang namanya Dempo musik tapi cuma 2 bulan. Pada bulan Desember 2010 saya kembali lagi ke Bali. Suatu kebetulan saat saya sampai di Bali secara tidak sengaja, saya bertemu dengan mantan bos saya yang di La Vida Loca.  Dan dia meminta saya untuk kembali bekerja untuk dia. Akhirnya saya menerima tawaran dia untuk kembali bekerja untuk bos saya. Dia menempatkan saya untuk menangani sound system di La Vida Loca club dan di Mythos international restaurant sampai hari ini.